Senin, 22 Oktober 2012

Menumbuhkan lebih banyak Sekolah hijau yg ramah lingkungan PrintPDF Republika Online 18/01/10 - Suatu pagi di 2007 silam, seorang siswa kelas 1 di SD Allen Stevenson, New York bilang kepada gurunya, ia ingin merayakan Hari Bumi pertama di sekolah. Keinginan itu bersambut dengan satu orangtua murid yang ingin menjadikan setiap hari adalah Hari Bumi, dimana setiap hari sekolah melakukan upaya kecil untuk menyelamatkan bumi. Satu-satu orang diatas mengawali terbentuknya Green School Alliance, kumpulan sekolah yang bertekad ingin menjadikan sekolah sebagai tempat yang ramah lingkungan. Dipelopori oleh Sekolah Allen Stevenson, sekolah swasta khusus laki-laki yang cukup elit di New York, bergulirlah sebuah kompetisi yang menilai seberapa "hijau"kah sebuah sekolah. Dan mereka memberikan penghargaan bagi sekolah yang melakukan upaya yang nyata menyelamatkan lingkungan. Tak kalah dengan SD swasta di negara adikuasa itu, Indonesia juga memiliki Sekolah Hijau di Ujung Berung, Bandung, Jawa Barat. Sekolah non formal yang berdiri pada 2007 itu mengajarkan warga sekitar mengenai bagaimana caranya melakukan daur ulang, membuat kerajinan tangan dari bahan-bahan daur ulang dan memasarkannya. Pada perkembangannnya Sekolah Hijau kemudian membangun Taman kanak-kanak pada pertengahan 2009 lalu. Sekolah Hijau juga menerima sumbangan barang-barang yang sudah dianggap tidak layak dipakai oleh pemiliknya. Barang-barang inilah yang dikreasikan menjadi berbagai produk sampah seperti tas, dompet, sepatu, sandal, tempat pensil, dan payung yang dibuat oleh ibu-ibu setempat. Bahkan barang-barang sisa pemilu legislatif dan pilkada seperti spanduk dan banner didaur ulang untuk dijadikan bermacam-macam barang. Bukan sekedar ikut-ikutan tren, tapi sekolah bisa jadi pelopor gaya hidup yang ramah lingkungan. Sekolah dapat menjadi tempat mengajarkan siswanya bagaimana menjalani kehidupan dengan ramah pada lingkungan dengan tindakan sederhana. Menghemat penggunaan air, tidak boros listrik, sebisa mungkin mengurangi penggunaan kantung plastik dan menghemat kertas. Bayangkan sebuah sekolah negeri, baik tingkat sekolah dasar, menengah maupun atas, dengan jumlah siswa dan guru yang mencapai ratusan. Jika mereka menggunakan toilet satu kali satu hari, berapa ratus atau ribu liter air yang digunakan per harinya. Berapa lembar kertas yang digunakan setiap harinya. Jika semangat untuk menyelamatkan lingkungan telah ditanamkan sejak dini kepada anak didik, tentunya penggunaan energi serta berbagai sumber daya bisa menjadi dioptimalkan. Tidak ada pemborosan dan sebisa mungkin memperhatikan aspek-aspek lingkungan. Pemerintah, melalui Kementrian Lingkungan Hidup bahkan sejak 2006 memiliki Program Sekolah Adiwiyata. Program yang merupakan program perlombaan sekolah di Indonesia berbasiskan lingkungan hidup. Serangkaian penilaian disiapkan untuk menyeleksi sekolah-sekolah yang mengembangkan konsep pengelolaan sekolah yang berwawasan lingkungan. Penghargaan sekolah adiwiyata ini dilombakan dari tingkat kabupaten, provinsi hingga nasional. DKI Jakarta berupaya membuat gebrakan. Pada akhir November 2009 lalu, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menetapkan SMA Negeri 1 Jakarta Pusat akan menjadi sekolah hijau (green school) pertama di Jakarta. "Sekolah ini akan menjadi sekolah hijau pertama di Jakarta, dengan konsep menghemat energi dan menggunakan tenaga matahari," ujarnya seerti dikutip kantor berita //Antara//. Sekolah ini akan menggunakan sistem daur ulang air dengan sistem pengelolaan sampah dan limbah daur ulang, serta menggunakan peralatan yang tidak menambah emisi gas yang dapat menimbulkan efek rumah kaca. Ia berharap dari sekolah hijau ini akan menimbulkan efek berantai (multiply effect) agar ditiru oleh sekolah-sekolah lain di Jakarta. Bebas Kertas The Green Schools Alliance yang berpusat di kota New York sejauh ini telah melebarkan sayapnya hingga memiliki jumlah anggota lebih dari 175 sekolah di 30 negara, Daerah Kolombia, Kepulauan Virginia, dan juga di Honduras serta Rusia. Sekolah-sekolah yang yang tergabung dalam perhimpunan sekolah hijau ini membuat komitmen bersama untuk mengurangi limbah mereka. Ada beberapa cara yang mereka tempuh untuk merealisasikannya. Contohnya Discovery Charter School di Tracy, California, dan Microsoft School of the Future di Pittsburgh, Penn, sudah benar-benar hampir tidak menerapkan penggunaan kertas. Di daerah lain, mereka mendirikan sekolah-sekolah yang lebih hemat energi dengan cara memasang alat penerangan, pemanas ruangan dan sistem air panas yang hemat energi, juga memastikan bahwa perangkat elektronik yang mereka beli adalah perangkat yang berdaya listrik rendah atau perangkat dengan sertifikat Energy Star. Pada saat yang bersamaan, mereka juga mengambil beberapa langkah untuk mengurangi pemborosan. Sebagai contoh, sekolah-sekolah mulai mengurangi konsumsi air; mengurangi sampah di dalam kelas, kantin sekolah atau kantor-kantor; mendaur ulang semua kertas, plastik, logam, dan bahan pecah belah; dan selanjutnya menerapkan kebiasaan-kebiasaan ini kepada para murid sekolah. Banyak sekolah yang hendak menjadi ramah lingkungan namun tidak yakin di mana atau bagaimana cara memulainya, mereka dapat meminta petunjuk dari organisasi lingkungan serta perusahaan swasta yang peduli lingkungan. Kelompok ini menyediakan fasilitas bacaan, penyuluhan, atau lokakarya bagi para guru atau sekolah-sekolah resmi untuk membantu memberikan pandangan kepada mereka tentang sebuah strategi penghijauan. SMA Negeri 10 Malang, misalnya, bekerjasama dengan Sampoerna Foundation kini membuat sekolahb ini memiliki toilet yang ramah lingkungan dan ratusan spesies pohon. sekolah mewajibkan siswanya membawa satu pohon untuk ditanam. Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) juga teribat untuk mendorong pemahaman yang lebih baik mengenai lingkungan hidup di sekolah-sekolah. Mereka memberikan penghargaan bagi sekolah yang mempelopori diadakannya kurikulum Pelajaran Lingkungan Hidup (PLH) yang wajib diikuti oleh seluruh siswa. Langkah itu diharapkan dapat mendorong generasi muda yang lebih peka lingkungan untuk memperlambat kerusakan planet bumi. Sumber: Republika Online

PrintPDF Republika Online 18/01/10 - Suatu pagi di 2007 silam, seorang siswa kelas 1 di SD Allen Stevenson, New York bilang kepada gurunya, ia ingin merayakan Hari Bumi pertama di sekolah. Keinginan itu bersambut dengan satu orangtua murid yang ingin menjadikan setiap hari adalah Hari Bumi, dimana setiap hari sekolah melakukan upaya kecil untuk menyelamatkan bumi. Satu-satu orang diatas mengawali terbentuknya Green School Alliance, kumpulan sekolah yang bertekad ingin menjadikan sekolah sebagai tempat yang ramah lingkungan. Dipelopori oleh Sekolah Allen Stevenson, sekolah swasta khusus laki-laki yang cukup elit di New York, bergulirlah sebuah kompetisi yang menilai seberapa "hijau"kah sebuah sekolah. Dan mereka memberikan penghargaan bagi sekolah yang melakukan upaya yang nyata menyelamatkan lingkungan. Tak kalah dengan SD swasta di negara adikuasa itu, Indonesia juga memiliki Sekolah Hijau di Ujung Berung, Bandung, Jawa Barat. Sekolah non formal yang berdiri pada 2007 itu mengajarkan warga sekitar mengenai bagaimana caranya melakukan daur ulang, membuat kerajinan tangan dari bahan-bahan daur ulang dan memasarkannya. Pada perkembangannnya Sekolah Hijau kemudian membangun Taman kanak-kanak pada pertengahan 2009 lalu. Sekolah Hijau juga menerima sumbangan barang-barang yang sudah dianggap tidak layak dipakai oleh pemiliknya. Barang-barang inilah yang dikreasikan menjadi berbagai produk sampah seperti tas, dompet, sepatu, sandal, tempat pensil, dan payung yang dibuat oleh ibu-ibu setempat. Bahkan barang-barang sisa pemilu legislatif dan pilkada seperti spanduk dan banner didaur ulang untuk dijadikan bermacam-macam barang. Bukan sekedar ikut-ikutan tren, tapi sekolah bisa jadi pelopor gaya hidup yang ramah lingkungan. Sekolah dapat menjadi tempat mengajarkan siswanya bagaimana menjalani kehidupan dengan ramah pada lingkungan dengan tindakan sederhana. Menghemat penggunaan air, tidak boros listrik, sebisa mungkin mengurangi penggunaan kantung plastik dan menghemat kertas. Bayangkan sebuah sekolah negeri, baik tingkat sekolah dasar, menengah maupun atas, dengan jumlah siswa dan guru yang mencapai ratusan. Jika mereka menggunakan toilet satu kali satu hari, berapa ratus atau ribu liter air yang digunakan per harinya. Berapa lembar kertas yang digunakan setiap harinya. Jika semangat untuk menyelamatkan lingkungan telah ditanamkan sejak dini kepada anak didik, tentunya penggunaan energi serta berbagai sumber daya bisa menjadi dioptimalkan. Tidak ada pemborosan dan sebisa mungkin memperhatikan aspek-aspek lingkungan. Pemerintah, melalui Kementrian Lingkungan Hidup bahkan sejak 2006 memiliki Program Sekolah Adiwiyata. Program yang merupakan program perlombaan sekolah di Indonesia berbasiskan lingkungan hidup. Serangkaian penilaian disiapkan untuk menyeleksi sekolah-sekolah yang mengembangkan konsep pengelolaan sekolah yang berwawasan lingkungan. Penghargaan sekolah adiwiyata ini dilombakan dari tingkat kabupaten, provinsi hingga nasional. DKI Jakarta berupaya membuat gebrakan. Pada akhir November 2009 lalu, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menetapkan SMA Negeri 1 Jakarta Pusat akan menjadi sekolah hijau (green school) pertama di Jakarta. "Sekolah ini akan menjadi sekolah hijau pertama di Jakarta, dengan konsep menghemat energi dan menggunakan tenaga matahari," ujarnya seerti dikutip kantor berita //Antara//. Sekolah ini akan menggunakan sistem daur ulang air dengan sistem pengelolaan sampah dan limbah daur ulang, serta menggunakan peralatan yang tidak menambah emisi gas yang dapat menimbulkan efek rumah kaca. Ia berharap dari sekolah hijau ini akan menimbulkan efek berantai (multiply effect) agar ditiru oleh sekolah-sekolah lain di Jakarta. Bebas Kertas The Green Schools Alliance yang berpusat di kota New York sejauh ini telah melebarkan sayapnya hingga memiliki jumlah anggota lebih dari 175 sekolah di 30 negara, Daerah Kolombia, Kepulauan Virginia, dan juga di Honduras serta Rusia. Sekolah-sekolah yang yang tergabung dalam perhimpunan sekolah hijau ini membuat komitmen bersama untuk mengurangi limbah mereka. Ada beberapa cara yang mereka tempuh untuk merealisasikannya. Contohnya Discovery Charter School di Tracy, California, dan Microsoft School of the Future di Pittsburgh, Penn, sudah benar-benar hampir tidak menerapkan penggunaan kertas. Di daerah lain, mereka mendirikan sekolah-sekolah yang lebih hemat energi dengan cara memasang alat penerangan, pemanas ruangan dan sistem air panas yang hemat energi, juga memastikan bahwa perangkat elektronik yang mereka beli adalah perangkat yang berdaya listrik rendah atau perangkat dengan sertifikat Energy Star. Pada saat yang bersamaan, mereka juga mengambil beberapa langkah untuk mengurangi pemborosan. Sebagai contoh, sekolah-sekolah mulai mengurangi konsumsi air; mengurangi sampah di dalam kelas, kantin sekolah atau kantor-kantor; mendaur ulang semua kertas, plastik, logam, dan bahan pecah belah; dan selanjutnya menerapkan kebiasaan-kebiasaan ini kepada para murid sekolah. Banyak sekolah yang hendak menjadi ramah lingkungan namun tidak yakin di mana atau bagaimana cara memulainya, mereka dapat meminta petunjuk dari organisasi lingkungan serta perusahaan swasta yang peduli lingkungan. Kelompok ini menyediakan fasilitas bacaan, penyuluhan, atau lokakarya bagi para guru atau sekolah-sekolah resmi untuk membantu memberikan pandangan kepada mereka tentang sebuah strategi penghijauan. SMA Negeri 10 Malang, misalnya, bekerjasama dengan Sampoerna Foundation kini membuat sekolahb ini memiliki toilet yang ramah lingkungan dan ratusan spesies pohon. sekolah mewajibkan siswanya membawa satu pohon untuk ditanam. Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) juga teribat untuk mendorong pemahaman yang lebih baik mengenai lingkungan hidup di sekolah-sekolah. Mereka memberikan penghargaan bagi sekolah yang mempelopori diadakannya kurikulum Pelajaran Lingkungan Hidup (PLH) yang wajib diikuti oleh seluruh siswa. Langkah itu diharapkan dapat mendorong generasi muda yang lebih peka lingkungan untuk memperlambat kerusakan planet bumi. Sumber: Republika Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar