Senin, 22 Oktober 2012

Konsep Pengelolaan Lingkungan Sekolah

Pengelolaan Lingkungan sekolah atau green school berarti sekolah hijau, namun sebenarnya memiliki makna yang lebih luas dari arti harfiahnya. Green school bukan hanya tampilan fisik sekolah yang hijau/rindang, tetapi wujud sekolah yang memiliki program dan aktivitas pendidikan mengarah kepada kesadaran dan kearifan terhadap lingkungan hidup. “Sekolah hijau” yaitu sekolah yang memiliki komitmen dan secara sistematis mengembangkan program-program untuk menginternalisasikan nilai-nilai lingkungan ke dalam seluruh aktivitas sekolah. Secara konsep kelompok didorong untuk mampu melahirkan visi bersama dengan memahami apa yang penting (Definisi), menemukan dan mengapresiasi apa yang telah ada dan tentunya itu terbaik (Discovery), menemukan apa yang semestinya ada (Dream), menstrukturkan apa yang ada (Design) dan merawatnya hingga menjadi ada (Destiny), sehingga hasilnya akan melampaui dari apa yang diinginkan dan sangat sinergi dengan konteks realitas yang ada dalam kehidupan sekolah. Tampilan fisik sekolah ditata secara ekologis sehingga menjadi wahana pembelajaran bagi seluruh warga sekolah untuk bersikap arif dan berprilaku ramah lingkungan. Program pendidikan dikemas secara partisipatif penuh, percaya pada kekuatan kelompok, mengaktifkan dan menyeimbangkan feeling, acting, dan thinking, sehingga tiap individu bisa merasakan nilai keagungan inisiasinya. Bahwa sebenarnya memahami makna green school yang seharusnya adalah “berbuat untuk menciptakan kualitas lingkungan sekolah yang kondusif, ekologis, lestari secara nyata dan berkelanjutan, tentunya dengan cara-cara yang simpatik, kreatif, inovatif dengan menganut nilai-nilai dan kearifan budaya lokal”.(Sugeng Paryadi, 2O08). "KEHATI" mengembangkan program green school melalui lima kegiatan utama meliputi: * Pengembangan kurikulum berwawasan lingkungan. * Pengembangan pendidikan berbasis komunitas. * Peningkatan kualitas kawasan sekolah dan lingkungan sekitarnya. * Pengembangan sistem pendukung yang ramah lingkungan. * Pengembangan manajemen sekolah berwawasan lingkungan. Program ini merupakan bagian tak terpisahkan dari keseluruhan program pengembangan sekolah, oleh sebab itu program green school akan terintegrasi ke dalam program pengembangan sekolah. Pengembangan kurikulum berwawasan lingkungan dan pendidikan berbasis komunitas terwadahi dalam program kurikuler dan ekstra kurikuler. Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat mengembangkan Sekolah Berbudaya Lingkungan (SBL). SBL bertujuan untuk menyediakan wahana yang mampu mendukung dan berperan nyata dalam upaya menumbuh-kembangkan generasi penerus dan sumberdaya manusia saat ini yang berbudaya lingkungan, dalam arti sadar dan memahami kondisi lingkungan hidup sekolah dan lingkungan sekitar saat ini sebagai suatu ekosistem, serta mengembangkan cipta, rasa, karsa, dan karya untuk memelihara, memperbaiki, dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup saat ini dan yang akan datang. SBL sebenarnya tidak hanya sekedar memberikan materi lingkungan pada siswa di kelas. Lebih jauh dari itu, keduanya menekankan pentingnya membudayakan sikap dan perilaku yang peduli terhadap lingkungan dalam baik di sekolah maupun diluar sekolah. Konsep berbudaya lingkungan mengandung makan bahwa kepeduliaan terhadap lingkungan harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari warga sekolah. Penghemaan energi, air, material, menjadi kebiasaan yang tertanam kuat pada warga sekolah. Begitu pula dengan penataan sekolah, baik lingkungan maupun bangunannya yang nyaman bagian dari SBL. Dalam SBL keterlibatan siswa menjadi fokus karena merekalah yang akan menggantikan generasi saat ini. Aspek proses juga menjadi hal penting dalam SBL, sehingga sekolah yang baik adalah sekolah yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pengelolaan lingkungan sekolah
Menjadi Sahabat Bumi yang Baik Klo ditanya: Apa sih arti dari sebuah persahabatan? Masing-masing orang pasti punya pendapat yang berbeda, nah klo saya ditanya arti dari sahabat, maka saya menjawab: "Sahabat adalah orang yang bisa menemani dan menjaga kita, di saat kita susah atau senang. Sahabat adalah dia yang tidak membuat kita kecewa, tidak menyakiti kita, dan selalu saling menghargai". Trus, bagaimana cara kita menjadi sahabat bumi yang baik?? Di sini saya tidak akan membahas apa saja yang harus kita lakukan untuk menjaga bumi ini, karena sudah banyak sekali artikel yang bertebaran di internet. Tapi di sini saya hanya ingin mengubah pola pikir teman-teman bagaimana seharusnya kita dalam menjaga bumi ini. Saya akan memulainya dengan sebuah cerita: Suatu hari seorang raja menyuruh seluruh rakyatnya membawa 1 sendok madu. Ada satu orang yang berpikir "ah, saya bawa 1 sendok air saja, tidak akan keliatan bila bercampur dengan banyak madu dari orang lain".. Sang raja terus menyuruh rakyatnya mengumpulkan madu yang mereka bawa ke dalam satu tong.. Ah, betapa terkejutnya sang raja, ternyata isi tong bukan madu, tetapi berisi air semua.. Klo kata-kata dalam cerita di atas diterjemahkan: "Ah, hanya saya yang membawa satu sendok air, orang lain tidak" Cerita ini yang terus saya ingat, jangan pernah berpikir "hanya saya". Karena diluar sana banyak sekali orang yang berpikir seperti teman-teman. Jadi seharusnya kita berpikir "Bukan hanya saya". Contoh kecil saja, "hanya saya" yang membuang sampah sembarangan. Klo semua orang berpikir seperti ini, Apa yang bakal terjadi? Mungkin bumi ini akan dipenuhi dengan sampah yang bertebaran di sana-sini. Sekarang mulailah berpikir "Bukan hanya saya", mulailah sesuatu dengan "Saya melakukan ini semua untuk kepentingan banyak orang, untuk orang-orang yang saya cintai, untuk Sahabat-ku Bumi yang saya cintai", dan lain sebagainya. Untuk semua yang mendatangkan kebaikan bagi diri saya, orang lain, dan lingkungan, karena kita tidak hidup sendiri dan kita hidup di bumi. Jadilah sahabat yang baik bagi-nya.

Menjadi Sahabat Bumi yang Baik

Menjadi Sahabat Bumi yang Baik Klo ditanya: Apa sih arti dari sebuah persahabatan? Masing-masing orang pasti punya pendapat yang berbeda, nah klo saya ditanya arti dari sahabat, maka saya menjawab: "Sahabat adalah orang yang bisa menemani dan menjaga kita, di saat kita susah atau senang. Sahabat adalah dia yang tidak membuat kita kecewa, tidak menyakiti kita, dan selalu saling menghargai". Trus, bagaimana cara kita menjadi sahabat bumi yang baik?? Di sini saya tidak akan membahas apa saja yang harus kita lakukan untuk menjaga bumi ini, karena sudah banyak sekali artikel yang bertebaran di internet. Tapi di sini saya hanya ingin mengubah pola pikir teman-teman bagaimana seharusnya kita dalam menjaga bumi ini. Saya akan memulainya dengan sebuah cerita: Suatu hari seorang raja menyuruh seluruh rakyatnya membawa 1 sendok madu. Ada satu orang yang berpikir "ah, saya bawa 1 sendok air saja, tidak akan keliatan bila bercampur dengan banyak madu dari orang lain".. Sang raja terus menyuruh rakyatnya mengumpulkan madu yang mereka bawa ke dalam satu tong.. Ah, betapa terkejutnya sang raja, ternyata isi tong bukan madu, tetapi berisi air semua.. Klo kata-kata dalam cerita di atas diterjemahkan: "Ah, hanya saya yang membawa satu sendok air, orang lain tidak" Cerita ini yang terus saya ingat, jangan pernah berpikir "hanya saya". Karena diluar sana banyak sekali orang yang berpikir seperti teman-teman. Jadi seharusnya kita berpikir "Bukan hanya saya". Contoh kecil saja, "hanya saya" yang membuang sampah sembarangan. Klo semua orang berpikir seperti ini, Apa yang bakal terjadi? Mungkin bumi ini akan dipenuhi dengan sampah yang bertebaran di sana-sini. Sekarang mulailah berpikir "Bukan hanya saya", mulailah sesuatu dengan "Saya melakukan ini semua untuk kepentingan banyak orang, untuk orang-orang yang saya cintai, untuk Sahabat-ku Bumi yang saya cintai", dan lain sebagainya. Untuk semua yang mendatangkan kebaikan bagi diri saya, orang lain, dan lingkungan, karena kita tidak hidup sendiri dan kita hidup di bumi. Jadilah sahabat yang baik bagi-nya.

Artikel Global Warming


Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.

Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.

Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu dikarenakan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.

Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekwensi-konsekwensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.



Penyebab pemanasan global


Efek rumah kaca
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Efek rumah kaca

Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini mengenai permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.

Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.

Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dengan efek rumah kaca (tanpanya suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi). Akan tetapi sebaliknya, akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya.


Efek umpan balik

Efek-efek dari agen penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat).[3] Umpan balik ini hanya dapat dibalikkan secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.

Efek-efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan radiasi infra merah balik ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.[3]

Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es.[4] Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersama dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.

Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.

Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.[5]


Variasi Matahari

Variasi Matahari selama 30 tahun terakhir.
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Variasi Matahari

Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini.[6] Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960,[7] yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.[8][9]

Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000.[10] Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh.[11] Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.

Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global.[12][13] Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.[14]


Mengukur pemanasan global

Hasil pengukuran konsentrasi CO2 di Mauna Loa

Pada awal 1896, para ilmuan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan temperatur rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai. Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di atmosfer.

Para ilmuan juga telah lama menduga bahwa iklim global semakin menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang tepat. Temperatur terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya. Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah perkotaan sehingga pengukuran temperatur akan dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh material bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca yang terpercaya (terletak jauh dari perkotaan), serta dari satelit. Data-data ini memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen permukaan planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-benar terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.

Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa temperatur udara global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktifitas manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.

IPCC panel juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya. karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali. Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi karbondioksioda di atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan resiko populasi yang sangat besar.


Model iklim

Prakiraan peningkatan temperature terhadap beberapa skenario kestabilan (pita berwarna) berdasarkan Laporan Pandangan IPCC ke Empat. Garis hitam menunjukkan prakiraan terbaik; garis merah dan biru menunjukkan batas-batas kemungkinan yang dapat terjadi.

Perhitungan pemanasan global pada tahun 2001 dari beberapa model iklim berdasarkan scenario SRES A2, yang mengasumsikan tidak ada tindakan yang dilakukan untuk mengurangi emisi.
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Model iklim global

Para ilmuan telah mempelajari pemanasan global berdasarkan model-model computer berdasarkan prinsip-prinsip dasar dinamikan fluida, transfer radiasi, dan proses-proses lainya, dengan beberapa penyederhanaan disebabkan keterbatasan kemampuan komputer. Model-model ini memprediksikan bahwa penambahan gas-gas rumah kaca berefek pada iklim yang lebih hangat.[15] Walaupun digunakan asumsi-asumsi yang sama terhadap konsentrasi gas rumah kaca di masa depan, sensitivitas iklimnya masih akan berada pada suatu rentang tertentu.

Dengan memasukkan unsur-unsur ketidakpastian terhadap konsentrasi gas rumah kaca dan pemodelan iklim, IPCC memperkirakan pemanasan sekitar 1.1 °C hingga 6.4 °C (2.0 °F hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Model-model iklim juga digunakan untuk menyelidiki penyebab-penyebab perubahan iklim yang terjadi saat ini dengan membandingkan perubahan yang teramati dengan hasil prediksi model terhadap berbagai penyebab, baik alami maupun aktivitas manusia.

Model iklim saat ini menghasilkan kemiripan yang cukup baik dengan perubahan temperature global hasil pengamatan selama seratus tahun terakhir, tetapi tidak mensimulasi semua aspek dari iklim.[16] Model-model ini tidak secara pasti menyatakan bahwa pemanasan yang terjadi antara tahun 1910 hingga 1945 disebabkan oleh proses alami atau aktivitas manusia; akan tetapi; mereka menunjukkan bahwa pemanasan sejak tahun 1975 didominasi oleh emisi gas-gas yang dihasilkan manusia.

Sebagian besar model-model iklim, ketika menghitung iklim di masa depan, dilakukan berdasarkan skenario-skenario gas rumah kaca, biasanya dari Laporan Khusus terhadap Skenario Emisi (Special Report on Emissions Scenarios / SRES) IPCC. Yang jarang dilakukan, model menghitung dengan menambahkan simulasi terhadap siklus karbon; yang biasanya menghasilkan umpan balik yang positif, walaupun responnya masih belum pasti (untuk skenario A2 SRES, respon bervariasi antara penambahan 20 dan 200 ppm CO2). Beberapa studi-studi juga menunjukkan beberapa umpan balik positif.[17][18][19]

Pengaruh awan juga merupakan salah satu sumber yang menimbulkan ketidakpastian terhadap model-model yang dihasilkan saat ini, walaupun sekarang telah ada kemajuan dalam menyelesaikan masalah ini. [20] Saat ini juga terjadi diskusi-diskusi yang masih berlanjut mengenai apakah model-model iklim mengesampingkan efek-efek umpan balik dan tak langsung dari variasi Matahari.


Dampak pemanasan global

Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.

Cuaca

Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.

Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini)[21]. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.


Tinggi muka laut
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kenaikan permukaan laut

Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi.

Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.

Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.

Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades
.

Pertanian

Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.

Hewan dan tumbuhan

Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.

Kesehatan manusia


Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.

Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak.

Degradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain.[22]


Perdebatan tentang pemanasan global

Tidak semua ilmuwan setuju tentang keadaan dan akibat dari pemanasan global. Beberapa pengamat masih mempertanyakan apakah temperatur benar-benar meningkat. Yang lainnya mengakui perubahan yang telah terjadi tetapi tetap membantah bahwa masih terlalu dini untuk membuat prediksi tentang keadaan di masa depan. Kritikan seperti ini juga dapat membantah bukti-bukti yang menunjukkan kontribusi manusia terhadap pemanasan global dengan berargumen bahwa siklus alami dapat juga meningkatkan temperatur. Mereka juga menunjukkan fakta-fakta bahwa pemanasan berkelanjutan dapat menguntungkan di beberapa daerah.

Para ilmuwan yang mempertanyakan pemanasan global cenderung menunjukkan tiga perbedaan yang masih dipertanyakan antara prediksi model pemanasan global dengan perilaku sebenarnya yang terjadi pada iklim. Pertama, pemanasan cenderung berhenti selama tiga dekade pada pertengahan abad ke-20; bahkan ada masa pendinginan sebelum naik kembali pada tahun 1970-an. Kedua, jumlah total pemanasan selama abad ke-20 hanya separuh dari yang diprediksi oleh model. Ketiga, troposfer, lapisan atmosfer terendah, tidak memanas secepat prediksi model. Akan tetapi, pendukung adanya pemanasan global yakin dapat menjawab dua dari tiga pertanyaan tersebut.

Kurangnya pemanasan pada pertengahan abad disebabkan oleh besarnya polusi udara yang menyebarkan partikulat-partikulat, terutama sulfat, ke atmosfer. Partikulat ini, juga dikenal sebagai aerosol, memantulkan sebagian sinar matahari kembali ke angkasa luar. Pemanasan berkelanjutan akhirnya mengatasi efek ini, sebagian lagi karena adanya kontrol terhadap polusi yang menyebabkan udara menjadi lebih bersih.

Keadaan pemanasan global sejak 1900 yang ternyata tidak seperti yang diprediksi disebabkan penyerapan panas secara besar oleh lautan. Para ilmuan telah lama memprediksi hal ini tetapi tidak memiliki cukup data untuk membuktikannya. Pada tahun 2000, U.S. National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) memberikan hasil analisa baru tentang temperatur air yang diukur oleh para pengamat di seluruh dunia selama 50 tahun terakhir. Hasil pengukuran tersebut memperlihatkan adanya kecenderungan pemanasan: temperatur laut dunia pada tahun 1998 lebih tinggi 0,2 derajat Celsius (0,3 derajat Fahrenheit) daripada temperatur rata-rata 50 tahun terakhir, ada sedikit perubahan tetapi cukup berarti.[21]

Pertanyaan ketiga masih membingungkan. Satelit mendeteksi lebih sedikit pemanasan di troposfer dibandingkan prediksi model. Menurut beberapa kritikus, pembacaan atmosfer tersebut benar, sedangkan pengukuran atmosfer dari permukaan Bumi tidak dapat dipercaya. Pada bulan Januari 2000, sebuah panel yang ditunjuk oleh National Academy of Sciences untuk membahas masalah ini mengakui bahwa pemanasan permukaan Bumi tidak dapat diragukan lagi. Akan tetapi, pengukuran troposfer yang lebih rendah dari prediksi model tidak dapat dijelaskan secara jelas.

Pengendalian pemanasan global

Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar 1 persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global di masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim di masa depan.

Kerusakan yang parah dapat diatasi dengan berbagai cara. Daerah pantai dapat dilindungi dengan dinding dan penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah dapat membantu populasi di pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan tetap menjaga koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah yang belum dibangun dari selatan ke utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-lahan berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke habitat yang lebih dingin.

Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.


Menghilangkan karbon

Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbon dioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbon dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca.

Gas karbon dioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan (lihat Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia, di mana karbon dioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.

Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18. Pada saat itu, batubara menjadi sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbon dioksida yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbon dioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian, penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi pelepasan karbon dioksida ke udara. Energi nuklir, walaupun kontroversial karena alasan keselamatan dan limbahnya yang berbahaya, bahkan tidak melepas karbon dioksida sama sekali.


Persetujuan internasional
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Protokol Kyoto

Kerjasama internasional diperlukan untuk mensukseskan pengurangan gas-gas rumah kaca. Di tahun 1992, pada Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil, 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah gas rumah kaca dan setuju untuk menterjemahkan maksud ini dalam suatu perjanjian yang mengikat. Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan yang lebih kuat yang dikenal dengan Protokol Kyoto.

Perjanjian ini, yang belum diimplementasikan, menyerukan kepada 38 negara-negara industri yang memegang persentase paling besar dalam melepaskan gas-gas rumah kaca untuk memotong emisi mereka ke tingkat 5 persen di bawah emisi tahun 1990. Pengurangan ini harus dapat dicapai paling lambat tahun 2012. Pada mulanya, Amerika Serikat mengajukan diri untuk melakukan pemotongan yang lebih ambisius, menjanjikan pengurangan emisi hingga 7 persen di bawah tingkat 1990; Uni Eropa, yang menginginkan perjanjian yang lebih keras, berkomitmen 8 persen; dan Jepang 6 persen. Sisa 122 negara lainnya, sebagian besar negara berkembang, tidak diminta untuk berkomitmen dalam pengurangan emisi gas.

Akan tetapi, pada tahun 2001, Presiden Amerika Serikat yang baru terpilih, George W. Bush mengumumkan bahwa perjanjian untuk pengurangan karbon dioksida tersebut menelan biaya yang sangat besar. Ia juga menyangkal dengan menyatakan bahwa negara-negara berkembang tidak dibebani dengan persyaratan pengurangan karbon dioksida ini. Kyoto Protokol tidak berpengaruh apa-apa bila negara-negara industri yang bertanggung jawab menyumbang 55 persen dari emisi gas rumah kaca pada tahun 1990 tidak meratifikasinya. Persyaratan itu berhasil dipenuhi ketika tahun 2004, Presiden Rusia Vladimir Putin meratifikasi perjanjian ini, memberikan jalan untuk berlakunya perjanjian ini mulai 16 Februari 2005.

Banyak orang mengkritik Protokol Kyoto terlalu lemah. Bahkan jika perjanjian ini dilaksanakan segera, ia hanya akan sedikit mengurangi bertambahnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer. Suatu tindakan yang keras akan diperlukan nanti, terutama karena negara-negara berkembang yang dikecualikan dari perjanjian ini akan menghasilkan separuh dari emisi gas rumah kaca pada 2035. Penentang protokol ini memiliki posisi yang sangat kuat. Penolakan terhadap perjanjian ini di Amerika Serikat terutama dikemukakan oleh industri minyak, industri batubara dan perusahaan-perusahaan lainnya yang produksinya tergantung pada bahan bakar fosil. Para penentang ini mengklaim bahwa biaya ekonomi yang diperlukan untuk melaksanakan Protokol Kyoto dapat menjapai 300 milyar dollar AS, terutama disebabkan oleh biaya energi. Sebaliknya pendukung Protokol Kyoto percaya bahwa biaya yang diperlukan hanya sebesar 88 milyar dollar AS dan dapat lebih kurang lagi serta dikembalikan dalam bentuk penghematan uang setelah mengubah ke peralatan, kendaraan, dan proses industri yang lebih effisien.

Pada suatu negara dengan kebijakan lingkungan yang ketat, ekonominya dapat terus tumbuh walaupun berbagai macam polusi telah dikurangi. Akan tetapi membatasi emisi karbon dioksida terbukti sulit dilakukan. Sebagai contoh, Belanda, negara industrialis besar yang juga pelopor lingkungan, telah berhasil mengatasi berbagai macam polusi tetapi gagal untuk memenuhi targetnya dalam mengurangi produksi karbon dioksida.

Setelah tahun 1997, para perwakilan dari penandatangan Protokol Kyoto bertemu secara reguler untuk menegoisasikan isu-isu yang belum terselesaikan seperti peraturan, metode dan pinalti yang wajib diterapkan pada setiap negara untuk memperlambat emisi gas rumah kaca. Para negoisator merancang sistem di mana suatu negara yang memiliki program pembersihan yang sukses dapat mengambil keuntungan dengan menjual hak polusi yang tidak digunakan ke negara lain. Sistem ini disebut perdagangan karbon. Sebagai contoh, negara yang sulit meningkatkan lagi hasilnya, seperti Belanda, dapat membeli kredit polusi di pasar, yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih rendah. Rusia, merupakan negara yang memperoleh keuntungan bila sistem ini diterapkan. Pada tahun 1990, ekonomi Rusia sangat payah dan emisi gas rumah kacanya sangat tinggi. Karena kemudian Rusia berhasil memotong emisinya lebih dari 5 persen di bawah tingkat 1990, ia berada dalam posisi untuk menjual kredit emisi ke negara-negara industri lainnya, terutama mereka yang ada di Uni Eropa.

definisi go green


go green mencetak generasi cinta lingkungan


Liputan6.com, Sibang Kaja (Eliza Hasan ): Sesuai dengan namanya Green School atau Sekolah Hijau, maka hampir seluruh elemen gedung sekolah yang berada di Jalan raya Sibang Kaja, Banjar Saren, Abiansemal, Badung, Bali, ini mengadopsi konsen hijau. Suasana belajar mengajar pun menjadi lebih asyik. Murid-murid serasa belajar di alam karena hampir semua bahan-bahan bangunannya ramah lingkungan. 

Saat SCTV mengunjungi sekolah tersebut, baru-baru ini, ruangan kelasnya terbuat dari bambu. Selain buatan sendiri, kayu-kayu yang disatukan hingga membentuk bangunan sekolah juga tidak menggunakan paku.

Sebagian besar murid-muridnya adalah warga negara asing. Tapi, tidak tertutup kemungkinan juga warga lokal juga bisa sekolah di sini. Di sekolah ini, anak-anak tidak melulu belajar di kelas. Mereka juga diajarkan kurikulum green study untuk mengenal cara bercocok tanam sayuran organik, seperti bibit daun selada.

Mereka sangat antusias dan tidak merasa takut ataupun jijik. Kita juga patut berbangga karena sekolah internasional ini juga mengenalkan beraneka ragam budaya Indonesia. "Kami mencoba untuk menggabungkan budaya Bali dan Indonesia. Setiap murid juga terlibat secara langsung dalam setiap pelajaran tentang indonesia," kata Andrew, Kepala Sekolah Green School.

Berdiri pada 2008 lalu, sekolah alam ini didirikan warga Kanada. Green School punya cita-cita bisa mencetak generasi penyelamat lingkungan. Go green.(BOG)

Sekolah yang Ramah Lingkungan

alt Hidup ramah lingkungan adalah tantangan bagi para orang dewasa karena masyarakat dan prasarana sosial kita semuanya masih dibangun di atas landasan Revolusi Industri. Untuk lepas dari itu, perlu dibangun sebuah prasarana baru - satu cara yang memperkenankan hidup ramah lingkungan menjadi sewajarnya, lebih mudah, dan sebuah cara hidup yang lebih nyaman. Satu cara untuk mencapai tujuan ini adalah mendidik generasi muda. Di luar waktu malam, akhir pekan, liburan atau musim panas, anak-anak menghabiskan sebagian besar waktu aktif mereka di sekolah sedikitnya enam bulan dalam setahun. Jika kita mendidik dan membentuk perilaku ramah lingkungan dan apabila kita menempatkan mereka sebagaimana mestinya untuk melakukan tindakan ini, maka ketika mereka nantinya menjadi para pemimpin dalam pemerintahan atau perdagangan, secara praktek segala sesuatunya akan menyelaraskan. Banyak sekolah di Amerika Serikat telah menyadari hal ini dan telah menyiapkan lingkungan belajar baru bagi para muridnya - sebuah tempat yang secara lingkungan sangat bersahabat dan sejajar dalam hal kualitas pendidikan yang mereka sediakan. Salah satu tujuan pokok didirikan sekolah ini adalah untuk mengurangi limbah lingkungan. Perhimpunan Sekolah Ramah Lingkungan (The Green Schools Alliance) yang berpusat di kota New York adalah salah satu organisasi yang berhasil memprakarsai sekolah-sekolah lain di seluruh negeri untuk datang dan mengambil inisiatif untuk menciptakan kebijakan-kebijakan setempat dalam upaya mengemban komitmen ini. Sejauh ini, Perhimpunan Sekolah Ramah Lingkungan telah memiliki jumlah anggota lebih dari 175 sekolah di 30 negara, Daerah Kolombia, Kepulauan Virginia, dan juga di Honduras serta Rusia. Sekolah-sekolah yang turut berpartisipasi dalam perhimpunan membuat komitmen bersama untuk mengurangi limbah mereka. Ada beberapa cara yang mereka tempuh guna merealisasikannya. Beberapa sekolah, seperti Discovery Charter School di Tracy, California, dan Microsoft School of the Future di Pittsburgh, Penn., sudah benar-benar hampir tidak menerapkan penggunaan kertas. Di daerah lain, mereka mendirikan sekolah-sekolah yang lebih hemat energi dengan cara memasang alat penerangan, pemanas ruangan dan sistem air panas yang hemat energi, juga memastikan bahwa perangkat elektronik yang mereka beli adalah perangkat yang berdaya listrik rendah atau perangkat dengan sertifikat Energy Star. Pada saat yang bersamaan, mereka juga mengambil beberapa langkah untuk mengurangi pemborosan. Sebagai contoh, sekolah-sekolah mulai mengurangi konsumsi air; mengurangi sampah di dalam kelas, kantin sekolah atau kantor-kantor; mendaur ulang semua kertas, plastik, logam, dan bahan pecah belah; dan selanjutnya menerapkan kebiasaan-kebiasaan ini kepada para murid sekolah. Banyak sekolah yang hendak menjadi ramah lingkungan namun tidak yakin di mana atau bagaimana cara memulainya, mereka dapat meminta petunjuk dari organisasi luar seperti Echalk atau AwarnessIDEAS. Kelompok ini menyediakan fasilitas bacaan, penyuluhan, atau lokakarya bagi para guru atau sekolah-sekolah resmi untuk membantu memberikan pandangan kepada mereka tentang sebuah strategi penghijauan. Banyak orang berpendapat bahwa masa depan kita berada di tangan generasi muda. Dengan banyaknya jumlah sekolah yang berinisiatif menanamkan praktek penghijauan dan teladan di kalangan generasi muda kita, langkah ini dapat menjamin masa depan yang lebih hijau. (A. Darin/The Epoch Times/mer) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mewajibkan green school building JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mewajibkan seluruh gedung sekolah pada tahun 2011 menerapkan green school building. Ini merupakan upaya Pemprov DKI Jakarta melaksanakan green property, selain menerapkan konsep green buliding standard pada gedung-gedung tinggi di ibu kota. Tahun 2010 ini, ada dua gedung sekolah yang dijadikan proyek percontohan yaitu, sebuah SD di Semanan, Jakarta Barat dan SMPN 1 Cikini, Jakarta Pusat. Kedua sekolah ini dibangun dengan menerapkan green building secara utuh. Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, mengatakan, mulai tahun ini hingga tahun depan, Pemprov DKI akan menerapkan green building standard untuk bangunan sekolah, baik tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK). Sebab DKI ingin menjadikan gedung-gedung sekolah sebagai contoh dan teladan yang baik untuk seluruh bangunan yang akan didirikan di ibu kota. "Kalau pemerintah saja bisa mendirikan bangunan sekolah dengan menerapkan green building standard maka tidak ada alasan pihak lain tidak bisa menerapkan hal tersebut," kata Fauzi Bowo di Jakarta, Sabtu (8/5). Pembangunan green school building akan dipusatkan dengan konsep penghematan energi listrik, penggunaan air yang bisa didaur ulang, dan pemanfaatan limbah sesuai dengan kaidah-kaidah lingkungan. Untuk bahan bangunan gedung sekolah, akan diupayakan menggunakan bahan eco-friendly (ramah lingkungan). Termasuk di dalamnya tidak terlalu banyak menggunakan kayu. Karena akan mengakibatkan penebangan pohon di hutan secara tidak bertanggung jawab. Menurutnya, konsep green school building merupakan bagian proses pendidikan lingkungan kepada siswa, sehingga mau tidak mau siswa yang sekolahnya sudah berorientasi lingkungan dan mengadaptasi kaidah lingkungan tadi harus memahami pentingnya mencintai dan pelestarian lingkungan. "Ini juga dapat membantu pembentukan karakter siswa dan manusia Indonesia untuk mencintai lingkungan dan bertanggung jawab melestarikan lingkungan. Barangkali Jakarta kota pertama yang menerapkan konsep ini," tuturnya. Terkait konsep green school building, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pendidikan DKI, Didi Sugandhi, mengatakan, sebenarnya sudah cukup banyak gedung sekolah yang telah menerapkan konsep tersebut. "Gedung sekolah lainnya sudah menerapkan konsep green school tapi belum secara menyeluruh," kata Didi. Menurutnya, masing-masing sekolah mulai menerapkan untuk meminimalisir penggunaan listrik, kemudian mengoptimalkan sinar tata surya untuk energi listrik. Selain itu akan memaksimalkan limbah cair sehingga bisa digunakan kembali dan membuat lubang biopori. Biaya perawatan lebih murah Memang anggaran pembangunan gedung sekolah berkonsep green school building lebih mahal daripada biaya membangun gedung biasa. Namun, biaya pemeliharaannya lebih murah dibandingkan gedung biasa. Untuk tahun ini, rencananya ada 42 gedung sekolah yang akan direhab total oleh Dinas Pendidikan DKI. Seluruhnya tentu akan menerapkan konsep green school building. "Targetnya tahun 2011 seluruh gedung sekolah sudah berkonsep green building," ujarnya. Kepala Dinas Perumahan DKI, Agus Subardono, mengatakan, untuk menerapkan konsep green building secara utuh, satu bangunan sekolah bisa menelan biaya antara Rp 9 miliar hingga Rp 19 miliar. Sejumlah anggaran itu, Rp 5 miliar di antaranya hanya untuk pembelian solar cell dengan kapasitas daya 6000 watt. Jumlah tersebut belum mencakup rehab konstruksi bangunan yang menelan biaya antara Rp 4 miliar hingga Rp 14 miliar. "Namun penerapan green building pada sekolah tidak menggunakan solar cell seluruhnya. Hanya beberapa kelas. Sisanya bagaimana bangunan itu didesain agar bisa hemat energi," katanya. Misalnya lebih banyak menggunakan jendela, ventilasi, dan mengurangi penggunaan air conditioner (AC). Selain itu, penggunaan air secara hemat, pengolahan sampah sendiri dan lebih banyak menggunakan kayu pada konstruksi bangunannya. (Berita Jakarta)

Menumbuhkan lebih banyak Sekolah hijau yg ramah lingkungan PrintPDF Republika Online 18/01/10 - Suatu pagi di 2007 silam, seorang siswa kelas 1 di SD Allen Stevenson, New York bilang kepada gurunya, ia ingin merayakan Hari Bumi pertama di sekolah. Keinginan itu bersambut dengan satu orangtua murid yang ingin menjadikan setiap hari adalah Hari Bumi, dimana setiap hari sekolah melakukan upaya kecil untuk menyelamatkan bumi. Satu-satu orang diatas mengawali terbentuknya Green School Alliance, kumpulan sekolah yang bertekad ingin menjadikan sekolah sebagai tempat yang ramah lingkungan. Dipelopori oleh Sekolah Allen Stevenson, sekolah swasta khusus laki-laki yang cukup elit di New York, bergulirlah sebuah kompetisi yang menilai seberapa "hijau"kah sebuah sekolah. Dan mereka memberikan penghargaan bagi sekolah yang melakukan upaya yang nyata menyelamatkan lingkungan. Tak kalah dengan SD swasta di negara adikuasa itu, Indonesia juga memiliki Sekolah Hijau di Ujung Berung, Bandung, Jawa Barat. Sekolah non formal yang berdiri pada 2007 itu mengajarkan warga sekitar mengenai bagaimana caranya melakukan daur ulang, membuat kerajinan tangan dari bahan-bahan daur ulang dan memasarkannya. Pada perkembangannnya Sekolah Hijau kemudian membangun Taman kanak-kanak pada pertengahan 2009 lalu. Sekolah Hijau juga menerima sumbangan barang-barang yang sudah dianggap tidak layak dipakai oleh pemiliknya. Barang-barang inilah yang dikreasikan menjadi berbagai produk sampah seperti tas, dompet, sepatu, sandal, tempat pensil, dan payung yang dibuat oleh ibu-ibu setempat. Bahkan barang-barang sisa pemilu legislatif dan pilkada seperti spanduk dan banner didaur ulang untuk dijadikan bermacam-macam barang. Bukan sekedar ikut-ikutan tren, tapi sekolah bisa jadi pelopor gaya hidup yang ramah lingkungan. Sekolah dapat menjadi tempat mengajarkan siswanya bagaimana menjalani kehidupan dengan ramah pada lingkungan dengan tindakan sederhana. Menghemat penggunaan air, tidak boros listrik, sebisa mungkin mengurangi penggunaan kantung plastik dan menghemat kertas. Bayangkan sebuah sekolah negeri, baik tingkat sekolah dasar, menengah maupun atas, dengan jumlah siswa dan guru yang mencapai ratusan. Jika mereka menggunakan toilet satu kali satu hari, berapa ratus atau ribu liter air yang digunakan per harinya. Berapa lembar kertas yang digunakan setiap harinya. Jika semangat untuk menyelamatkan lingkungan telah ditanamkan sejak dini kepada anak didik, tentunya penggunaan energi serta berbagai sumber daya bisa menjadi dioptimalkan. Tidak ada pemborosan dan sebisa mungkin memperhatikan aspek-aspek lingkungan. Pemerintah, melalui Kementrian Lingkungan Hidup bahkan sejak 2006 memiliki Program Sekolah Adiwiyata. Program yang merupakan program perlombaan sekolah di Indonesia berbasiskan lingkungan hidup. Serangkaian penilaian disiapkan untuk menyeleksi sekolah-sekolah yang mengembangkan konsep pengelolaan sekolah yang berwawasan lingkungan. Penghargaan sekolah adiwiyata ini dilombakan dari tingkat kabupaten, provinsi hingga nasional. DKI Jakarta berupaya membuat gebrakan. Pada akhir November 2009 lalu, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menetapkan SMA Negeri 1 Jakarta Pusat akan menjadi sekolah hijau (green school) pertama di Jakarta. "Sekolah ini akan menjadi sekolah hijau pertama di Jakarta, dengan konsep menghemat energi dan menggunakan tenaga matahari," ujarnya seerti dikutip kantor berita //Antara//. Sekolah ini akan menggunakan sistem daur ulang air dengan sistem pengelolaan sampah dan limbah daur ulang, serta menggunakan peralatan yang tidak menambah emisi gas yang dapat menimbulkan efek rumah kaca. Ia berharap dari sekolah hijau ini akan menimbulkan efek berantai (multiply effect) agar ditiru oleh sekolah-sekolah lain di Jakarta. Bebas Kertas The Green Schools Alliance yang berpusat di kota New York sejauh ini telah melebarkan sayapnya hingga memiliki jumlah anggota lebih dari 175 sekolah di 30 negara, Daerah Kolombia, Kepulauan Virginia, dan juga di Honduras serta Rusia. Sekolah-sekolah yang yang tergabung dalam perhimpunan sekolah hijau ini membuat komitmen bersama untuk mengurangi limbah mereka. Ada beberapa cara yang mereka tempuh untuk merealisasikannya. Contohnya Discovery Charter School di Tracy, California, dan Microsoft School of the Future di Pittsburgh, Penn, sudah benar-benar hampir tidak menerapkan penggunaan kertas. Di daerah lain, mereka mendirikan sekolah-sekolah yang lebih hemat energi dengan cara memasang alat penerangan, pemanas ruangan dan sistem air panas yang hemat energi, juga memastikan bahwa perangkat elektronik yang mereka beli adalah perangkat yang berdaya listrik rendah atau perangkat dengan sertifikat Energy Star. Pada saat yang bersamaan, mereka juga mengambil beberapa langkah untuk mengurangi pemborosan. Sebagai contoh, sekolah-sekolah mulai mengurangi konsumsi air; mengurangi sampah di dalam kelas, kantin sekolah atau kantor-kantor; mendaur ulang semua kertas, plastik, logam, dan bahan pecah belah; dan selanjutnya menerapkan kebiasaan-kebiasaan ini kepada para murid sekolah. Banyak sekolah yang hendak menjadi ramah lingkungan namun tidak yakin di mana atau bagaimana cara memulainya, mereka dapat meminta petunjuk dari organisasi lingkungan serta perusahaan swasta yang peduli lingkungan. Kelompok ini menyediakan fasilitas bacaan, penyuluhan, atau lokakarya bagi para guru atau sekolah-sekolah resmi untuk membantu memberikan pandangan kepada mereka tentang sebuah strategi penghijauan. SMA Negeri 10 Malang, misalnya, bekerjasama dengan Sampoerna Foundation kini membuat sekolahb ini memiliki toilet yang ramah lingkungan dan ratusan spesies pohon. sekolah mewajibkan siswanya membawa satu pohon untuk ditanam. Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) juga teribat untuk mendorong pemahaman yang lebih baik mengenai lingkungan hidup di sekolah-sekolah. Mereka memberikan penghargaan bagi sekolah yang mempelopori diadakannya kurikulum Pelajaran Lingkungan Hidup (PLH) yang wajib diikuti oleh seluruh siswa. Langkah itu diharapkan dapat mendorong generasi muda yang lebih peka lingkungan untuk memperlambat kerusakan planet bumi. Sumber: Republika Online

PrintPDF Republika Online 18/01/10 - Suatu pagi di 2007 silam, seorang siswa kelas 1 di SD Allen Stevenson, New York bilang kepada gurunya, ia ingin merayakan Hari Bumi pertama di sekolah. Keinginan itu bersambut dengan satu orangtua murid yang ingin menjadikan setiap hari adalah Hari Bumi, dimana setiap hari sekolah melakukan upaya kecil untuk menyelamatkan bumi. Satu-satu orang diatas mengawali terbentuknya Green School Alliance, kumpulan sekolah yang bertekad ingin menjadikan sekolah sebagai tempat yang ramah lingkungan. Dipelopori oleh Sekolah Allen Stevenson, sekolah swasta khusus laki-laki yang cukup elit di New York, bergulirlah sebuah kompetisi yang menilai seberapa "hijau"kah sebuah sekolah. Dan mereka memberikan penghargaan bagi sekolah yang melakukan upaya yang nyata menyelamatkan lingkungan. Tak kalah dengan SD swasta di negara adikuasa itu, Indonesia juga memiliki Sekolah Hijau di Ujung Berung, Bandung, Jawa Barat. Sekolah non formal yang berdiri pada 2007 itu mengajarkan warga sekitar mengenai bagaimana caranya melakukan daur ulang, membuat kerajinan tangan dari bahan-bahan daur ulang dan memasarkannya. Pada perkembangannnya Sekolah Hijau kemudian membangun Taman kanak-kanak pada pertengahan 2009 lalu. Sekolah Hijau juga menerima sumbangan barang-barang yang sudah dianggap tidak layak dipakai oleh pemiliknya. Barang-barang inilah yang dikreasikan menjadi berbagai produk sampah seperti tas, dompet, sepatu, sandal, tempat pensil, dan payung yang dibuat oleh ibu-ibu setempat. Bahkan barang-barang sisa pemilu legislatif dan pilkada seperti spanduk dan banner didaur ulang untuk dijadikan bermacam-macam barang. Bukan sekedar ikut-ikutan tren, tapi sekolah bisa jadi pelopor gaya hidup yang ramah lingkungan. Sekolah dapat menjadi tempat mengajarkan siswanya bagaimana menjalani kehidupan dengan ramah pada lingkungan dengan tindakan sederhana. Menghemat penggunaan air, tidak boros listrik, sebisa mungkin mengurangi penggunaan kantung plastik dan menghemat kertas. Bayangkan sebuah sekolah negeri, baik tingkat sekolah dasar, menengah maupun atas, dengan jumlah siswa dan guru yang mencapai ratusan. Jika mereka menggunakan toilet satu kali satu hari, berapa ratus atau ribu liter air yang digunakan per harinya. Berapa lembar kertas yang digunakan setiap harinya. Jika semangat untuk menyelamatkan lingkungan telah ditanamkan sejak dini kepada anak didik, tentunya penggunaan energi serta berbagai sumber daya bisa menjadi dioptimalkan. Tidak ada pemborosan dan sebisa mungkin memperhatikan aspek-aspek lingkungan. Pemerintah, melalui Kementrian Lingkungan Hidup bahkan sejak 2006 memiliki Program Sekolah Adiwiyata. Program yang merupakan program perlombaan sekolah di Indonesia berbasiskan lingkungan hidup. Serangkaian penilaian disiapkan untuk menyeleksi sekolah-sekolah yang mengembangkan konsep pengelolaan sekolah yang berwawasan lingkungan. Penghargaan sekolah adiwiyata ini dilombakan dari tingkat kabupaten, provinsi hingga nasional. DKI Jakarta berupaya membuat gebrakan. Pada akhir November 2009 lalu, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menetapkan SMA Negeri 1 Jakarta Pusat akan menjadi sekolah hijau (green school) pertama di Jakarta. "Sekolah ini akan menjadi sekolah hijau pertama di Jakarta, dengan konsep menghemat energi dan menggunakan tenaga matahari," ujarnya seerti dikutip kantor berita //Antara//. Sekolah ini akan menggunakan sistem daur ulang air dengan sistem pengelolaan sampah dan limbah daur ulang, serta menggunakan peralatan yang tidak menambah emisi gas yang dapat menimbulkan efek rumah kaca. Ia berharap dari sekolah hijau ini akan menimbulkan efek berantai (multiply effect) agar ditiru oleh sekolah-sekolah lain di Jakarta. Bebas Kertas The Green Schools Alliance yang berpusat di kota New York sejauh ini telah melebarkan sayapnya hingga memiliki jumlah anggota lebih dari 175 sekolah di 30 negara, Daerah Kolombia, Kepulauan Virginia, dan juga di Honduras serta Rusia. Sekolah-sekolah yang yang tergabung dalam perhimpunan sekolah hijau ini membuat komitmen bersama untuk mengurangi limbah mereka. Ada beberapa cara yang mereka tempuh untuk merealisasikannya. Contohnya Discovery Charter School di Tracy, California, dan Microsoft School of the Future di Pittsburgh, Penn, sudah benar-benar hampir tidak menerapkan penggunaan kertas. Di daerah lain, mereka mendirikan sekolah-sekolah yang lebih hemat energi dengan cara memasang alat penerangan, pemanas ruangan dan sistem air panas yang hemat energi, juga memastikan bahwa perangkat elektronik yang mereka beli adalah perangkat yang berdaya listrik rendah atau perangkat dengan sertifikat Energy Star. Pada saat yang bersamaan, mereka juga mengambil beberapa langkah untuk mengurangi pemborosan. Sebagai contoh, sekolah-sekolah mulai mengurangi konsumsi air; mengurangi sampah di dalam kelas, kantin sekolah atau kantor-kantor; mendaur ulang semua kertas, plastik, logam, dan bahan pecah belah; dan selanjutnya menerapkan kebiasaan-kebiasaan ini kepada para murid sekolah. Banyak sekolah yang hendak menjadi ramah lingkungan namun tidak yakin di mana atau bagaimana cara memulainya, mereka dapat meminta petunjuk dari organisasi lingkungan serta perusahaan swasta yang peduli lingkungan. Kelompok ini menyediakan fasilitas bacaan, penyuluhan, atau lokakarya bagi para guru atau sekolah-sekolah resmi untuk membantu memberikan pandangan kepada mereka tentang sebuah strategi penghijauan. SMA Negeri 10 Malang, misalnya, bekerjasama dengan Sampoerna Foundation kini membuat sekolahb ini memiliki toilet yang ramah lingkungan dan ratusan spesies pohon. sekolah mewajibkan siswanya membawa satu pohon untuk ditanam. Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) juga teribat untuk mendorong pemahaman yang lebih baik mengenai lingkungan hidup di sekolah-sekolah. Mereka memberikan penghargaan bagi sekolah yang mempelopori diadakannya kurikulum Pelajaran Lingkungan Hidup (PLH) yang wajib diikuti oleh seluruh siswa. Langkah itu diharapkan dapat mendorong generasi muda yang lebih peka lingkungan untuk memperlambat kerusakan planet bumi. Sumber: Republika Online

Bentuk Komunitas Green School GURU dan siswa-siswi SMP Negeri 33 Makassar antusias menyambut pelaksanaan Makassar Green School MAKASSAR -- Setelah pelaksanaan launching seminggu yang lalu, untuk keberlanjutan program, tim Makassar Green Scholl kembali mengadakan sosialisasi Di sekolah-sekolah yang tergabung dalam MGS. Dalam sosialisasi diharapkan semua elemen sekolah baik guru-guru maupun siswa bisa mengetahui program ini lebih jauh. Sebagai langkah awal, terbentuknya komunitas green school di sekolah diharapkan mampu memotivasi para siswa dengan semangat kebersamaannya dalam satu komunitas untuk mampu menggalang solidaritas dengan rekan-rekannya yang lain untuk ikut bersama-sama mewujudkan kepedulian terhadap lingkungan sekolah. Dibeberapa sekolah, komunitas Makassar green school telah dibentuk secara formal oleh pihak sekolah, komunitas ini nantinya diharapkan mampu menggalang solidaritas rekan-rekannya yang lain untuk ikut berperan serta dalam mewujudkan kepedulian terhadap lingkungan sekolah. Selain Komunitas Green School di tiap Sekolah, juga akan dibentuk Komunitas Green School se Kota Makassar, diharapkan dengan terbentuknya Komunitas Green School ini mampu memberikan sebuah kebanggaan bagi para siswa, sebagai komunitas yang besar komunitas pejuang lingkungan hidup. Dengan bimbingan para motivator MGS yang berasal dari kalangan mahasiswa, yang akan secara intensif turun ke sekolah melakukan sosialisasi kepada siswa-siswa, memberikan pengetahuan dasar tentang lingkuangan hidup, melakukan berbagai pelatihan terutama dalam hal pemilahan dan pengolahan sampah serta melakukan monitoring terhadap program kerja yang dilakukan oleh Komunitas Green School di Sekolah. "Jika selama ini budaya kebersihan di sekolah adalah tuntutan dari para guru, diharapkan dengan berjalannya program MGS ini mampu mengubah budaya tersebut, dalam artian diharapkan para siswa yang betul-betul memiliki inisiatif sendiri untuk bagaimana mewujudkan kebersihan di lingkungan sekolahnya, " ujar Saharuddin Ridwan Direktur Yayasan Peduli Negeri. Mengingat program ini adalah sebuah ajang kompetisi antarsekolah, diamana siswa-siswa dari 20 sekolah yang tergabung dalam MGS ini akan diadu kreativitasnya dalam hal mewujudkan lingkungan sekolah hijau dan bersih. Untuk itu Tahap awal program dalam kurun waktu 3 bulan ini diharapkan mampu dimanfaatkan oleh para siswa untuk beradu kreativitas. (isnam)

Bentuk Komunitas Green School GURU dan siswa-siswi SMP Negeri 33 Makassar antusias menyambut pelaksanaan Makassar Green School MAKASSAR -- Setelah pelaksanaan launching seminggu yang lalu, untuk keberlanjutan program, tim Makassar Green Scholl kembali mengadakan sosialisasi Di sekolah-sekolah yang tergabung dalam MGS. Dalam sosialisasi diharapkan semua elemen sekolah baik guru-guru maupun siswa bisa mengetahui program ini lebih jauh. Sebagai langkah awal, terbentuknya komunitas green school di sekolah diharapkan mampu memotivasi para siswa dengan semangat kebersamaannya dalam satu komunitas untuk mampu menggalang solidaritas dengan rekan-rekannya yang lain untuk ikut bersama-sama mewujudkan kepedulian terhadap lingkungan sekolah. Dibeberapa sekolah, komunitas Makassar green school telah dibentuk secara formal oleh pihak sekolah, komunitas ini nantinya diharapkan mampu menggalang solidaritas rekan-rekannya yang lain untuk ikut berperan serta dalam mewujudkan kepedulian terhadap lingkungan sekolah. Selain Komunitas Green School di tiap Sekolah, juga akan dibentuk Komunitas Green School se Kota Makassar, diharapkan dengan terbentuknya Komunitas Green School ini mampu memberikan sebuah kebanggaan bagi para siswa, sebagai komunitas yang besar komunitas pejuang lingkungan hidup. Dengan bimbingan para motivator MGS yang berasal dari kalangan mahasiswa, yang akan secara intensif turun ke sekolah melakukan sosialisasi kepada siswa-siswa, memberikan pengetahuan dasar tentang lingkuangan hidup, melakukan berbagai pelatihan terutama dalam hal pemilahan dan pengolahan sampah serta melakukan monitoring terhadap program kerja yang dilakukan oleh Komunitas Green School di Sekolah. "Jika selama ini budaya kebersihan di sekolah adalah tuntutan dari para guru, diharapkan dengan berjalannya program MGS ini mampu mengubah budaya tersebut, dalam artian diharapkan para siswa yang betul-betul memiliki inisiatif sendiri untuk bagaimana mewujudkan kebersihan di lingkungan sekolahnya, " ujar Saharuddin Ridwan Direktur Yayasan Peduli Negeri. Mengingat program ini adalah sebuah ajang kompetisi antarsekolah, diamana siswa-siswa dari 20 sekolah yang tergabung dalam MGS ini akan diadu kreativitasnya dalam hal mewujudkan lingkungan sekolah hijau dan bersih. Untuk itu Tahap awal program dalam kurun waktu 3 bulan ini diharapkan mampu dimanfaatkan oleh para siswa untuk beradu kreativitas. (isnam)

Green School", Sekolah Peduli Lingkungan " Green School", Sekolah Peduli Lingkungan SECARA arti kata green school adalah sekolah hijau. Namun dalam makna luas, diartikan sebagai sekolah yang memiliki komitmen dan secara sistematis mengembangkan program-program untuk mengintemali-sasikan nilai-nilai lingkungan ke dalam seluruh aktivitas sekolah. Karenanya, tampilan fisik sekolah ditata secara ekologis sehingga menjadi wahana pembelajaran bagi seluruh warga sekolah untuk bersikap arif dan berperilaku ramah lingkungan (Sugeng Paryadi, 2O08). Melihat kondisi lingkungan sekitar saat ini, konsep sekolah hijau sangat penting untuk diimplementasikan secara lebih luas. Berbagai bencana alam yang terjadi seperti banjir, tanah longsor, dan sebagainya, sebagian besar diakibatkan oleh perbuatan manusia yang merusak ekosistem lingkungan. Selain berserah diri pada-Nya, tentu saja perlu dilakukan upaya penyadaran agar manusia makin ramah pada lingkungan. Di sinilah, konsep sekolah hijau dalam menumbuhkan sikap peduli lingkungan melalui proses pembelajaran dan pembiasaan menjadi penting dan strategis. Di sekolah, proses pembelajaran mengarah pada upaya pembentukan perilaku siswa yang peduli lingkungan melalui model pembelajaran yang aplikatif dan menyentuh kehidupan sehari-hari. Sementara itu, lingkungan sekolah dijadikan wahana pembiasaan perilaku peduli lingkungan sehari-hari. Dengan demikian, kedua aspek tadi, menuju pada satu tujuan yaitu internalisasi atau pembiasaan perilaku peduli lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Mengutip pendapat Sugeng Paryadi, penyusunan program sekolah hijau ini dilakukan secara holistik dengan mengaitkan seluruh program yang ada di sekolah serta mempertimbangkan faktor pendukung dan penghambat. Potensi internal sekolah seperti ketersediaan lahan, sumber daya air, energi, bentang alam, tradisi masyarakat sekitar, dan ekosistemnya merupakan objek pengembangan dalam konsep sekolah hijau. Sementara dalam pandangan LSM Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati), program sekolah hijau ha-rus mengembangkan (a) kurikulum berbasis lingkungan; (b) pendidikan berbasis komunitas; (c) peningkatan kualitas lingkungan sekolah dan sekitarnya; (d) sistem pendukung yang ramah lingkungan; dan (e) manajemen sekolah berwawasan lingkungan. Implementasi sekolah hijau dilakukan dalam tiga langkah strategis yaitu pertama, bidang kurikuler, pembelajaran lingkungan hidup dilakukan secara terintegrasi dengan mata pelajaran yang ada. Guru harus pandai mengemas pembelajaran dengan pemahaman dan pengalaman belajar yang aplikatif. Kedua, bidang ekstrakurikuler yaitu mengarah pada pembentukan kepedulian siswa terhadap pelestarian lingkung- an melalui kegiatan penyuluhan lingkungan dan lomba karya lingkungan. Ketiga, bidang pengelolaan lingkungan sekolah yaitu melalui (a) pemanfaatan dan penataan lahan sekolah menjadi laboratorium alam seperti menjadi kebun dan tanaman obat-obatan, ajakan hemat energi dan air, daur ulang sampah melalui proses reduce, reuse, dan recycle, serta (b) pengelolaan lingkungan sosial dalam bentuk pembiasaan perilaku-perila-ku nyata yang positif di antaranya kedisiplinan, kerja sama, kepedulian, kejujuran, dan menghargai kearifan lokaL Lingkungan sekolah adalah lingkungan kehidupan sehari-hari siswa. Jika lingkungan sekolah dapat ditata dan dikelola dengan baik, maka akan menjadi wahana efektif pembentukan perilaku peduli lingkungan. Semoga. ** Penulis, guru SD Negeri Sariwa-ngi, Kec. Parongpong Kab. Bandung Barat. Oleh LINA SUSANTI, S.Pd. "Green school" adalah konsep yang mengajak seluruh warga sekolah untuk membentuk gaya hidup agar lebih peduli dan melestarikan lingkungan.

`Green School", Sekolah Peduli Lingkungan " Green School", Sekolah Peduli Lingkungan SECARA arti kata green school adalah sekolah hijau. Namun dalam makna luas, diartikan sebagai sekolah yang memiliki komitmen dan secara sistematis mengembangkan program-program untuk mengintemali-sasikan nilai-nilai lingkungan ke dalam seluruh aktivitas sekolah. Karenanya, tampilan fisik sekolah ditata secara ekologis sehingga menjadi wahana pembelajaran bagi seluruh warga sekolah untuk bersikap arif dan berperilaku ramah lingkungan (Sugeng Paryadi, 2O08). Melihat kondisi lingkungan sekitar saat ini, konsep sekolah hijau sangat penting untuk diimplementasikan secara lebih luas. Berbagai bencana alam yang terjadi seperti banjir, tanah longsor, dan sebagainya, sebagian besar diakibatkan oleh perbuatan manusia yang merusak ekosistem lingkungan. Selain berserah diri pada-Nya, tentu saja perlu dilakukan upaya penyadaran agar manusia makin ramah pada lingkungan. Di sinilah, konsep sekolah hijau dalam menumbuhkan sikap peduli lingkungan melalui proses pembelajaran dan pembiasaan menjadi penting dan strategis. Di sekolah, proses pembelajaran mengarah pada upaya pembentukan perilaku siswa yang peduli lingkungan melalui model pembelajaran yang aplikatif dan menyentuh kehidupan sehari-hari. Sementara itu, lingkungan sekolah dijadikan wahana pembiasaan perilaku peduli lingkungan sehari-hari. Dengan demikian, kedua aspek tadi, menuju pada satu tujuan yaitu internalisasi atau pembiasaan perilaku peduli lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Mengutip pendapat Sugeng Paryadi, penyusunan program sekolah hijau ini dilakukan secara holistik dengan mengaitkan seluruh program yang ada di sekolah serta mempertimbangkan faktor pendukung dan penghambat. Potensi internal sekolah seperti ketersediaan lahan, sumber daya air, energi, bentang alam, tradisi masyarakat sekitar, dan ekosistemnya merupakan objek pengembangan dalam konsep sekolah hijau. Sementara dalam pandangan LSM Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati), program sekolah hijau ha-rus mengembangkan (a) kurikulum berbasis lingkungan; (b) pendidikan berbasis komunitas; (c) peningkatan kualitas lingkungan sekolah dan sekitarnya; (d) sistem pendukung yang ramah lingkungan; dan (e) manajemen sekolah berwawasan lingkungan. Implementasi sekolah hijau dilakukan dalam tiga langkah strategis yaitu pertama, bidang kurikuler, pembelajaran lingkungan hidup dilakukan secara terintegrasi dengan mata pelajaran yang ada. Guru harus pandai mengemas pembelajaran dengan pemahaman dan pengalaman belajar yang aplikatif. Kedua, bidang ekstrakurikuler yaitu mengarah pada pembentukan kepedulian siswa terhadap pelestarian lingkung- an melalui kegiatan penyuluhan lingkungan dan lomba karya lingkungan. Ketiga, bidang pengelolaan lingkungan sekolah yaitu melalui (a) pemanfaatan dan penataan lahan sekolah menjadi laboratorium alam seperti menjadi kebun dan tanaman obat-obatan, ajakan hemat energi dan air, daur ulang sampah melalui proses reduce, reuse, dan recycle, serta (b) pengelolaan lingkungan sosial dalam bentuk pembiasaan perilaku-perila-ku nyata yang positif di antaranya kedisiplinan, kerja sama, kepedulian, kejujuran, dan menghargai kearifan lokaL Lingkungan sekolah adalah lingkungan kehidupan sehari-hari siswa. Jika lingkungan sekolah dapat ditata dan dikelola dengan baik, maka akan menjadi wahana efektif pembentukan perilaku peduli lingkungan. Semoga. ** Penulis, guru SD Negeri Sariwa-ngi, Kec. Parongpong Kab. Bandung Barat. Oleh LINA SUSANTI, S.Pd. "Green school" adalah konsep yang mengajak seluruh warga sekolah untuk membentuk gaya hidup agar lebih peduli dan melestarikan lingkungan.

go green !!

Begitu anda mendengar kalimat Go Green tentunya anda tidak asing lagi dan mungkin anda terbayang dengan pohon atau dedaunan yang hijau, rumput atau ilalang yang berwarna kehijauan, ramah lingkungan dll. Setelah anda membaca penjelasan di menu Save Our Planet yaitu : Global Warming, Carbon Footprint dan Greenhouse Effect maka kini saatnya kita mengenali apa itu Go Green ?. Go Green adalah tindakan penyelamatan Bumi yang saat ini sudah mengalami pemanasan global akibat dari ulah diri kita sendiri. Untuk itu marilah kita bertindak dan melakukan penyelamatan Bumi yang kita tempati ini agar nyaman dan bersahabat seperti jaman nenek moyang kita pada jaman dahulu. Dengan kemajuan jaman pada saat ini banyak produk yang tidak ramah lingkungan dan dapat merusak alam dan lingkungan karena banyak bahan bahan yang beracun dan berpotensi merusak lingkungan. Selain itu Life style dari kita juga berpengaruh terhadap lingkungan seperti pemakaian ac, banyaknya kendaraan bermotor, penggunaan kantong plastik dll. Kita akan bahas satu persatu tindakan Go Green atau pencegahan apa saja yang bisa kita lakukan untuk penyelamatan Bumi ini agar menjadi Hijau dan Segar. Bahkan saat ini mulai mulai banyak program go green dikembangkan oleh perusahaan di Indonesia. Walau di Indonesia sendiri belum ada peraturan yang mewajibkan perusahaan untuk melakukannya. Dalam pidatonya di Pittsurgh pada Desember 2009, SBY mengatakan bahwa Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 26% pada 2020. Komitmen ini tentu saja merupakan perkembangan positif dari keinginan Indonesia untuk menjalankan program Go Green. Beberapa perusahaan besar yang mulai melakukan program Go Green adalah Pertamina, Panasonic, Toyota, Danamon, Telkom, Beberapa contoh dari program Go Green yang telah dilakukan adalah program dari Toyota yang melakukan penanaman pohon, serta pelatihan bagaimana membuat tempat Biopori dan daur ulang sampah dan dari Perusahaan Telkom sudah aktif menanam pohon lebih 6.000 pohon lebih untuk mensukseskan Batam Green & Clean di beberapa lokasi sejak 2008 hingga 2009, Sony Ericsson merupakan perusahaan telepon genggam dengan cara agar seluruh telepon genggamnya dapat di recycle. Apple sebagai merk ternama di dunia pun tidak mau tertinggal dalam mengembangkan produk yang ramah lingkungan, pengilangan beberapa zat yang berbahaya bagi bagi lingkungan pun mulai dilakukan. Cadmium, arsenik, merkuri, dan PVC merupakan contoh dari zat yang mulai maupun sudah dihilangkan dari produk Apple. Selain itu Apple juga melakukan recycle terhadap produk mereka. Pada tahun 2006 mereka dapat me-recycle 13 juta pound.

indonesia hijau

Apa khabar Sahabat Hijau Indonesia..... Sahabat Hijau di seluruh tanah air Indonesia, seperti yang sudah kita ketahui bersama saat ini di Dunia sedang mengalami peningkatan suhu atmosfer, laut dan bumi atau biasa kita menyebutnya sebagai pemanasan Global (Global Warming) yang menyebabkan : musim dan cuaca tidak menentu, sepert musim panas yang berkepanjangan, terjadi banir di beberapa tempat yang sebelum tidak pernah terjadi banjir, mencairnya es di pengunungan yang bersalju, naiknya permukaan air laut dan banyak lagi bencana - becana alam lainnya. Selain itu akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan. Semua peristiwa itu akibat dari tindakan kita yang ceroboh terhadap lingkungan, gaya hidup modern yang serba instant , konsumtif dengan barang - barang yang tidak ramah lingkungan, kurang perduli dengan lingkungan dan kurang menjaga keseimbangan alam. Sahabat Hijau Indonesia, tahukah anda bahwa gaya hidup pada jaman modern sekarang ini menyumbang paliing besar pemanasan global. Kenapa hal itu bisa terjadi ? Untuk itu mari kita bersama - sama memahami dan mensosialisasikan kepada semua orang mengenai dampak dari Pemanasan Global dan mulai merubah Life Style (gaya hidup) Go Green, agar Bumi Indonesia dapat nyaman dan setidaknya kita dapat mengurangi bencana-bencana alam dan kelangsungan semua mahluk hidup di Bumi Indonesia dapat terjaga dengan baik. Dihalaman Web www.klikgogreen.com ini kami ingin berbagi pengetahuan mengenai apa itu Global Warming, Efek Rumah kaca, Jejak Karbon dan Go Green, agar anda dapat memahami dan mengerti dengan persoalan dunia saat ini. Kami juga berharap anda dapat ikut berpatisipasi di halaman Web ini dengan berbagi cerita yang berhubungan dengan Go Green yaitu dengan memberikan sumbangan kiriman Artikel / Cerita yang bertemakan "Sahabat Hijau Indonesia" (baca terlebih dahulu petunjuk cara mengirimkan artikel / cerita), selain itu anda dapat juga memberikan Ide kreatif untuk dapat menjaga keseimbangan alam dihalaman Green Idea. Harapan kami adalah www.klikgogreen.com ini akan menjadi tempat wadah bagi siapa saja yang mencintai program penyelamatan Bumi ,agar kita dapat tinggal di Bumi Indonesia yant tercinta ini dengan nyaman dan mengurangi bencana yang terjadi. Apabila anda berkenan untuk untuk menjadi sukarelawan menyumbangkan ide untuk kehidupan yang lebih baik di web ini silahkan menghubungi kami melalui email : info@klikgogreen.com Alamat e-mail ini diproteksi dari spabot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya Sahabat Hijau Indonesia yang tercinta, Ingat " Semua tindakan untuk menyelamatkan Bumi ini harus dimulai dari diri kita dan dimulai dengan melakukan hal-hal yang paling sederhana ". Mari kita jadikan bumi ini lebih hijau dan lebih baik untuk masa datang. Lets Go Green to keep Green Our Earth...

go green

Global Warming bukan hanya isu yang pantas dibahas pada Hari Bumi atau Hari Lingkungan Hidup. Pun tak melulu harus menjadi bagian dari gerakan besar penyelamatan lingkungan. Kita bisa memulai dengan hal yang sangat sederhana. Yang sangat dekat dengan keseharian kita. Salah satunya di kantor. Secara tidak sadar banyak kebiasaan kita di kantor yang tidak ramah lingkungan. Anda bisa memperbaikinya dengan mengubah jadi lebih peduli dengan cara-cara berikut ini: 1. Hemat Kertas Gunakan kertas bolak balik. Tindakan ini bisa menghemat penggunaan kertas 50%. Kumpulkan kertas yang satu sisinya masih kosong. Pakai ulang kertas tersebut untuk mencetak dokumen yang tidak terlalu penting atau yang bersifat konsumsi pribadi. 2. Sistem Online Penggunaan kertas bisa diminimalkan dengan penggunaan sistem online. Misal, laporan kerja tidak harus dicetak di kertas baru diserahkan kepada atasan. Bisa saja laporan anda kirim lewat e-mail. 3. Daur Ulang Tinta Coba untuk mendaur ulang cartridge tinta printer. Hampir semua toko alat tulis kantor menerima cartidge tinta bekas. 4. Tongkrongi Printer Untuk mencegah kertas print Anda hilang sehingga mesti mem-print ulang, segera ambil hasil printer Anda. 5. Minum Sampai Tandas Usahakan untuk menghabiskan air minum di gelas atau botol. Hindari membuang air minum yang tersisa di gelas atau botol. Gunakan untuk menyiram tanaman di meja. 6. Cangkir Tahan Panas Bawa sendiri cangkir atau gelas tahan panas Anda ke mana saja, sehingga ketika pulang kerja Anda nongkrong di kedai kopi, Anda bisa menggunakan gelas tersebut dan tidak menggunakan gelas kertas yang biasanya tersedia di sana. 7. Bawa Bekal Bawa makan siang Anda dalam wadah yang bisa digunakan kembali. Bawa kotak makan Anda ke tempat jajan, ke tukang bakso, gado-gado dan rujak. Sehingga Anda tidak perlu menggunakan wadah yang terbuat dari kertas, plastik dan styrofoam yang tidak bisa diolah secara alami. 8. Hemat Tisu Aneka jenis tisu diproduksi dari serat kayu dan tidak dapat didaur ulang. Berapa ribu pohon yang ditebang untuk menghasilkan Tisu yang Anda gunakan. Makanya berhematlah pemakaian tisu. Kalau hanya untuk mengelap keringat di wajah, Anda mungkin bisa menggunakan sapu tangan. 9. Tanaman di Meja Percantik meja kerja Anda dengan vas cantik yang ditanami tanaman kecil. Selain indah, tanaman tersebut juga menyumbang oksigen untuk bumi tercinta. 10. Gunakan Tangga Kalau ruangan Anda hanya di lantai dua atau tiga, memanfaatkan tangga lebih baik daripada lift. Naik tangga baik untuk kesehatan dan lingkungan. Operasonal lift butuh daya listrik yang besar. Sekaligus menyukseskan program pelangsingan kan? 11. Matikan Komputer Komputer boros? Hemat pemakaiannya dengan mengaktifkan standby mode yang bisa menonaktifkan komputer secara otomatis. Matikan monitor komputer saat istirahat. Ini sudah mengurangi pemakaian listrik di kantor. Jangan lupa pula mematikannya saat pulang. Kalau hari ini kita “hanya” kepanasan, bukan mustahil sepuluh atau lima belas tahun ke depan kita akan terpanggang. Maka, mulailah peduli sejak hari ini. Untuk selamanya.